Masjid Agung Sumenep yaitu masjid yang didirikan di Sumenep, Madura. Keberadaannya tepat menghadap alun-alun kota Sumenep, sehingga masjid ini sebagai ikon kota Sumenep. Untuk mengenal lebih dalam mengenai masjid agung ini, simak informasi berikut:
Profil Masjid Agung Sumenep
Nama Masjid: | Masjid Jamik Sumenep |
Alamat: | Jl. Trunojoyo No.184, Dalem Anyar, Bangselok, Kec. Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur 69416 |
Tahun Dibangun: | 1779-1787 M |
Negara: | Indonesia |
Buka: | 24 Jam |
Sejarah Pembangunan Masjid Agung Sumenep
Awalnya masjid ini bernama Masjid Jami’ Panembahan Somala, tetapi lebih dikenal dengan nama Masjid Jami’ Sumenep atau Masjid Agung. Masjid ini dibangun pada masa penguasa Sumenep XXXI yaitu Panembahan Somala.
Pembangunan masjid ini dilakukan setelah kompleks keraton Sumenep dibangun. Sementara arsiteknya yaitu Lauw Piango. Menurut catatan, masjid ini didirikan pada tahun 1779-1787 M.
Adapun konstruksi bangunan menjadi pendukung keraton yaitu untuk tempat ibadah keluarga keraton juga masyarakat. Di samping itu masjid ini juga merupakan bangunan masjid kedua dari keluarga keraton.
Arsitektur Masjid Agung Sumenep
Secara garis besar, arsitektur masjid agung lebih dipengaruhi oleh norma adat Tiongkok, Eropa, Jawa serta Madura. Hal ini dapat terlihat pada corak nuansa Tiongkok di bagian pintu gerbang masuk masjid.
Sementara konstruksi utama masjid dipengaruhi oleh norma budaya Jawa pada bagian atap. Lalu warna pintu utama dan jendela merupakan budaya Madura. Kemudian interior masjid menggunakan budaya Tiongkok, terlebih bagian mihrab.
Bukan hanya itu, masjid ini juga sudah dilengkapi menara setinggi 50 meter dengan budaya Portugis. Kemudian di kanan kiri pagar utama ada konstruksi berwujud kubah. Kemudian untuk bagian pagar, kini diubah menggunakan besi demi menjaga ketenangan jamaah.
Interior Masjid Agung Sumenep
Daya tarik dari masjid agung di Sumenep ini terdapat pada interior yang ditawarkan. Salah satunya yaitu ukiran Jawa yang menghiasi 10 jendela dan 9 pintu masjid. Namun, jika diteliti lebih dalam, ternyata ukiran pada pintu utama menggunakan budaya Cina.
Ada pula jam digital masjid yang berfungsi untuk menunjukkan waktu shalat. Sementara di atas pintu disematkan prasasti beraksara Jawa juga Arab.
Bagian dalam masjid memiliki 13 pilar besar sebagai penanda rukun sholat. Di luar ada 20 pilar. Ada juga 2 tempat khotbah indah yang diatasnya terdapat sebuah pedang dari Irak.
Filosofi pada Pintu Gerbang Utama
Masjid Agung di Sumenep ini memiliki pintu gerbang utama yang unik. Ada filosofi tersembunyi dari setiap desainnya, sebagai berikut:
- Sekeliling Masjid Agung Sumenep menggunakan pagar tembok dihiasi pintu gerbang berwujud gapura. Keberadaan gapura ini menunjukan harapan dari Panembahan terhadap rakyat saat menjalankan ibadah.
- Dua lubang tanpa penutup yang ada di atas gapura diibaratkan sebagai dua mata manusia yang tengah mengintai. Sementara ornamen segi lima memanjang merupakan manusia yang sedang duduk menghadap arah kiblat.
- Ornamen itu menunjukkan manusia harus menggunakan tata krama untuk keluar masuk masjid.
- Bentuk lengkung di samping gapura menunjukkan telinga agar jamaah mendengarkan saat adzan berkumandang, ada bacaan Al Qur’an maupun khotbah.
- Ornamen rantai menunjukkan agar saling menjaga ikatan ukhuwah.
Lihat Juga: Masjid Agung Sudirman Denpasar
Wasiat Panembahan Somala Terkait Konstruksi Masjid Sumenep
Pada tahun 1806 atau 18 tahun setelah konstruksi masjid dilaksanakan, Panembahan Somala menuliskan sebuah wasiat. Penulisan prasasti itu terjadi saat pelantikan putranya, Pangeran Abdurrahman Tirtodiningrat sebagai Raja muda Sumenep XXXII.
Dalam wasiat tertulis jika masjid ini merupakan baitullah. Bagi siapa saja yang kelak memerintah Sumenep harus bisa menegakkan kebaikan. Selain itu, jika ada kerusakan pada masjid harus segera diperbaiki dan masjid ini tidak boleh dijual maupun dirusak.
Itulah informasi terkait Masjid Agung Sumenep yang memiliki filosofi pada setiap konstruksi bangunannya. Bahkan hingga saat ini, wasiat dari Panembahan Somala masih tersimpan dan dijadikan sebagai prasasti sejarah.
Daftar Isi